Seumur Hidup Sembahyang Memohon – Di sebuah tempat suci, agung dan megah, seorang pemuda menyiapkan dupa dan menyerahkannya kepada Buddha Gautama.
Dia memasang tiga batang dupa kedalam wadah, Lalu mulai melaksanakan doa dengan khusuk dan berkata :
“Saya dengan rendah hati meminta restu dari Buddha Gautama. Semoga saya lulus ujian nasional dengan jalur promosi yang sangat jelas. Saya berjanji untuk setia kepada negara dan berkontribusi terhadap kebahagiaan seluruh penduduk desa.”
Selesai melakukan sembahyang, remaja itu memberi sujud beberapa kali dan bangkit, kemudian pergi.
Buddha Gautama melihat ke remaja tadi, tersenyum dan tidak mengatakan apa-apa.
Yang Mulia Ananda, yakni murid Buddha Sakyamuni bertanya kepadanya :
“Buddha Gautama, remaja tadi sangat tulus, permintaanya juga sangat bagus, mengapa Anda tidak menerimanya?”
Buddha Gautama tersenyum dan perlahan berkata :
“Karena dia kekurangan satu batang dupa.”
“Kurang dari satu dupa?” Ananda berkata ketika dia melihat tiga batang dupa, dan dia tidak dapat mengerti apa arti kata itu.
Seumur Hidup Sembahyang Memohon di Beberapa Tahun berikutnya
Sepuluh tahun telah berlalu, remaja naif itu kini telah menjadi pemuda yang tampan dan gagah.
Dia tidak lulus ujian pada tahun itu, tapi dia memutuskan untuk bergabung dengan dinas kemiliteran. Dia menjadi jendral dan membuat banyak kemenangan gemilang.
Kali ini dia kembali ke kampung halaman untuk menikah. Pemuda itu datang kembali ketempat yang sama untuk melakukan sembahyang.
Dia masih memasang tiga batang dupa, kedalam wadah seperti dulu. Kemudian berlutut dengan hormat di hadapan patung Buddha, dan berkata :
“Saya dengan rendah hati meminta restu dari Buddha Gautama, semoga saya menikahi wanita yang lembut dan benar, serta memiliki kehidupan pernikahan yang bahagia.”
Dia mengatakan hal itu sambil berlutut dan memberikan sujud beberapa kali. Yang Mulia Ananda sangat tersentuh melihat hal itu. Dia menoleh kebelakang dan melihat Buddha Gautama tersenyum diam. Dia bertanya :
“Buddha Gautama, mengapa Anda tidak menerimanya?” Buddha Gautama tersenyum dan mengatakan:
“Dia masih kekurangan satu batang dupa”.
Sembahyang Dan Memohon Setelah 10 Tahun Berlalu
Sepuluh tahun berikutnya telah berlalu. Pemuda tersebut kini menjadi pria paruh baya. Saat dia melangkah masuk ke tempat suci itu lagi, di wajahnya sudah terlihat beberapa keriput yang muncul di dahinya.
Karena terlibat konflik dengan keluarga istrinya, dari seorang jendral besar dia diturunkan jabatannya hingga menjadi seorang pejabat lokal yang kecil. Banyak keinginan besar tidak bisa dilakukan lagi.
Dia melangkah masuk ke dalam tempat suci itu lagi dan memasang dupa sambil berlutut dan berdoa.
“Saya harap anak-anak saya mau belajar dan berkerja keras untuk menyelesaikan perjalanan karier saya yang belum tercapai.”
Yang Mulia Ananda menatapnya dan kemudian menatap Buddha Gautama yang tersenyum diam, terucap dengan tenang.
“Akhirnya dia masih kekurangan satu batang dupa”
Sembahyang Dan Memohon Hingga Hari Tua
Sepuluh tahun berikutnya telah berlalu, pria paruh baya itu sekarang menjadi pria tua dengan rambut abu-abu.
Saat itu, dia telah meninggalkan tentara dan kembali kekampung halaman. Sekarang dia tinggal di desa kecilnya, dan tidak memiliki keinginan yang besar seperti sebelumnya.
Orang tua itu membakar tiga batang dupa lagi, sambil berlutut dan berkata:
“Buddha Gautama, saya telah berdoa berkali-kali disini, tapi Anda tidak pernah menerima sekali pun permohonan saya. Tapi kali ini, tolong terima keinginan dari seorang anak yang mencintai ibunya ini.
Ayah saya telah meninggal ketika saya masih kecil. Ibu saya harus berkerja sangat keras untuk membesarkan saya. Sekarang dia sudah sangat tua, saya hanya berharap agar dia bisa hidup dengan damai dan bahagia dalam sisa hidupnya. Selain ini, saya tidak memohon apapun.”
Yang Mulia Ananda tersentuh saat mendengar kata-kata ini. Dia memalingkan kepalanya untuk melihat Buddha Gautama dan Buddha Gautama tersenyum, mengangguk perlahan dan berkata:
“Yang kamu inginkan akan terjadi.”
Orang tua itu keluar dari kuil, kemudian pada saat belum sampai pulang ke rumah, namun sudah menerima berita bagus. Kedua puteranya sekaligus meraih gelar dokter pertama di bidang ilmu pengetahuan, dan satunya lagi mendapatkan penghargaan kehormatan besar di bidang militer.
Apalagi, pengadilan mengeluarkan surat untuk menghapus hukuman militer yang pernah dia terima secara tidak adil. Dia diperbolehkan kembali ke militer dan pangkatnya dinaikan tiga tingkat.
Tapi pada saat itu penghargaan tersebut ditolaknya. Dia memutuskan untuk tinggal di kampung halamannya, dan mulai hanya akan mengurus ibunya.
Dari cerita ini kita mendapat satu kesimpulan, bahwa:
Manusia menghabiskan seluruh masa hidupnya di hadapan patung Buddha memohon manfaat, ketenaran namun akhirnya mereka selalu “Kekurangan satu batang dupa”.
Bakti kepada orang tua memang bisa membawa kebaikan. Siapa yang memiliki orang tua, ingatlah bahwa “Bakti kepada orang tua adalah kebaikan di antara ratusan perbuatan baik.”