Beranda Asal Usul Riwayat Hidup Siddharta Gautama Bagian 2

Riwayat Hidup Siddharta Gautama Bagian 2

0
Riwayat Hidup Siddharta Gautama Bagian 2

Riwayat Hidup Siddharta Gautama Bagian 2Lahirnya Pangeran Siddharta

Meskipun Raja Suddhodana dan Ratu Maya sudah lama menikah, namun anak yang sangat mereka dambakan belum juga mereka peroleh, sampai pada suatu waktu Ratu Maya mencapai umur kurang lebih 45 tahun.

Ketika itu, Ratu Maya ikut serta dalam perayaan Asalha yang berlangsung tujuh hari lamanya. Setelah perayaan selesai, Ratu Maya mandi dengan air wangi, mengucapkan janji uposatha dan kemudian masuk ke kamar tidur.

Sewaktu tidur, Ratu Maya memperoleh mimpi yang aneh sekali. Ratu bermimpi bahwa empat orang Dewa Agung telah mengangkatnya dan membawanya ke Himava (Gunung Himalaya) dan meletakkannya di bawah pohon Sala di (lereng) Manosilatala. Kemudian para istri Dewa-dewa Agung tersebut memandikannya di Danau Anotatta, menggosoknya dengan minyak wangi dan kemudian memakaikannya pakaian-pakaian yang biasa dipakai para dewata. Selanjutnya Ratu dipimpin masuk ke sebuah istana emas dan direbahkan di sebuah dipan yang bagus sekali. Di tempat itulah seekor gajah putih dengan memegang sekuntum bunga teratai di belalainya memasuki kamar, mengelilingi dipan sebanyak tiga kali untuk kemudian memasuki perut Ratu Maya dari sebelah kanan.

Ratu memberitahukan mimpi ini kepada Raja dan Raja lalu memanggil para brahmana untuk menanyakan arti mimpi tersebut.

Para brahmana menerangkan bahwa Ratu akan mengandung seorang bayi laki-laki yang kelak akan menjadi seorang Cakkavatti (Raja dari semua Raja) atau seorang Buddha.

Memang sejak hari itu Ratu mengandung, dan Ratu Maya dapat melihat dengan jelas bayi dalam kandungannya yang duduk dalam sikap meditasi dengan muka menghadap ke depan.

Sepuluh bulan kemudian di bulan Vaisak, Ratu mohon perkenan dari Raja untuk dapat bersalin di rumah ibunya di Devadaha.

Dalam perjalanan ke Devadaha, tibalah rombongan Ratu di Taman Lumbini (sekarang Rumminde di Pejwar, Nepal) yang indah sekali.

Di kebun itu Ratu memerintahkan rombongan berhenti untuk beristirahat. Dengan gembira Ratu berjalan-jalan di taman dan berhenti di bawah pohon Sala.

Pada waktu itulah Ratu merasa perutnya agak kurang enak. Dengan cepat dayang-dayang membuat tirai di sekeliling Ratu. Ratu berpegangan pada dahan pohon Sala dan dalam sikap berdiri itulah Ratu melahirkan seorang bayi laki-laki. Ketika itu tepat purnama sidhi di bulan Vaisak tahun 623 SM.

riwayat hidup siddharta gautama bagian 2Empat Maha Brahma menerima Sang Bayi dengan jala emas dan kemudian dari langit turun air dingin dan panas untuk memandikan Sang Bayi sehingga menjadi segar.

Sang Bayi sendiri sudah bersih karena tiada darah atau noda-noda lain yang melekat pada tubuhnya.
Bayi itu kemudian berdiri tegak dan berjalan tujuh langkah di atas tujuh kuntum bunga teratai ke arah Utara.
Setelah berjalan tujuh langkah, bayi itu lalu mengucapkan kata-kata sebagai berikut :

“Aggo ‘ham asmi lokassa,
jettho ‘ham asmi lokassa,
settho ‘ham asmi lokassa,
ayam antima jati,
natthi dani punabbhavo.”

Arti dari ucapan tersebut, yaitu:

“Akulah pemimpin dalam dunia ini,
Akulah tertua dalam dunia ini,
Akulah teragung dalam dunia ini,
Inilah kelahiranku yang terakhir,
Tak akan ada tumimbal lahir lagi.”

Seorang pertapa yang bernama Asita (yang juga disebut Kaladevala) sewaktu bermeditasi di Pegunungan Himalaya, diberitahukan oleh para dewa dari alam Tavatimsa bahwa seorang bayi telah lahir yang kelak akan menjadi Buddha. Pada hari itu juga pertapa Asita berkunjung ke istana Raja Suddhodana untuk melihat bayi tersebut.

Setelah melihat Sang bayi dan memperhatikan adanya 32 tanda dari seorang Mahapurisa (“orang besar”), pertapa Asita memberi hormat kepada Sang bayi, yang kemudian diikuti juga oleh Raja Suddhodana. Setelah memberi hormat, pertapa Asita tertawa gembira tetapi kemudian menangis.

Menjawab pertanyaan Raja Suddhodana, pertapa Asita menerangkan bahwa Sang bayi kelak akan menjadi Buddha, namun karena usianya sudah lanjut maka ia sendiri tidak lagi dapat menunggu bayi itu kelak memulai memberikan Ajaran-Nya.
Selanjutnya pertapa Asita mengatakan bahwa Pangeran kecil itu kelak tidak boleh melihat empat peristiwa, yaitu :

  1. Orang tua.
  2. Orang sakit.
  3. Orang mati.
  4. Pertapa suci.

Kalau pangeran kelak melihat empat peristiwa tersebut, maka Beliau akan segera meninggalkan istana dan bertapa untuk menjadi Buddha.

Pada hari yang sama lahir (timbul) pula dalam dunia ini :

  • Putri Yasodhara, yang kemudian dikenal juga sebagai Rahulamata (ibu dari Rahula).
  • Ananda, yang kelak menjadi pembantu tetap Sang Buddha.
  • Kanthaka, yang kelak menjadi kuda Pangeran Siddharta.
  • Channa, yang kelak menjadi kusir Pangeran Siddharta.
  • Kaludayi, yang kelak mengundang Sang Buddha untuk berkunjung kembali ke Kapilavatthu.
  • Seekor gajah istana.
  • Pohon Bodhi, di bawah pohon ini Pangeran Siddharta kelak mendapatkan Penerangan Agung.
  • Nidhikumbhi, kendi tempat harta pusaka.

Lima hari setelah lahirnya Sang bayi, Raja Suddhodana memanggil sanak keluarganya berkumpul, bersama-sama dengan seratus delapan orang Brahmana untuk merayakan kelahiran anak pertamanya dan juga untuk memilih nama yang baik.

Diantara para Brahmana terdapat 8 orang Brahmana yang mahir dalam meramal nasib, yaitu : Rama, Dhaja, Lakkhana, Manti, Kondañña, Bhoja, Suyama dan Sudatta.

Para peramal tersebut, kecuali Kondañña, meramalkan bahwa Sang bayi kelak akan menjadi Cakkavati (Raja dari semua Raja) atau akan menjadi Buddha. Hanya Kondañña (Brahmana yang termuda) sajalah yang dengan pasti mengatakan bahwa Sang bayi kelak akan menjadi Buddha. Nama yang kemudian dipilih adalah Siddharta yang berarti “Tercapailah segala cita-citanya”.

Tujuh hari setelah Pangeran Siddharta dilahirkan, Ratu Maya meninggal dunia dan terlahir kembali di surga Tusita.
Raja Suddhodana menyerahkan perawatan Sang bayi kepada Putri Pajapati (adik Ratu Maya) yang juga dinikahinya.

Dari pernikahan ini kemudian lahir seorang putra, yaitu Nanda dan seorang putri, yaitu Rupananda.

Perayaan Meriah

Setelah Pangeran berumur beberapa tahun, Raja Suddhodana mengajaknya untuk turut pergi ke perayaan membajak bersama-sama para petani dengan menggunakan sebuah alat bajak yang terbuat dari emas.
Sewaktu perayaan berlangsung dengan meriah, dayang-dayang yang ditugaskan untuk menjaga Pangeran merasa tertarik sekali dengan jalannya perayaan itu. Mereka ingin menyaksikan perayaan tersebut dan meninggalkan Pangeran kecil di bawah bayangan pohon jambu. Setelah kembali mereka merasa heran sekali melihat Pangeran sedang bermeditasi dan duduk bersila.

Dengan cepat mereka melaporkan peristiwa tersebut kepada Raja. Raja dengan diiringi para petani berbondong-bondong datang untuk menyaksikan peristiwa ganjil tersebut. Benar saja mereka menemukan Pangeran kecil sedang bermeditasi dengan kaki bersila dan tidak menghiraukan kehadiran orang-orang yang sedang memperhatikannya. Karena Pangeran saat itu telah mencapai Jhana, yaitu suatu tingkatan pemusatan pikiran, maka sama sekali tidak terganggu oleh suara-suara yang berisik. Ada lagi satu keajaiban lain. Bayangan pohon jambu tidak mengikuti jalannya matahari tetapi tetap memayungi Pangeran kecil yang sedang bermeditasi. Melihat keadaan yang ganjil ini untuk kedua kalinya Raja Suddhodana memberi hormat kepada anaknya.

Masa Kanak-Kanak

Setelah Pangeran berusia tujuh tahun, Raja memerintahkan untuk menggali tiga kolam di halaman istana. Di kolam-kolam itu ditanami berbagai jenis bunga teratai (lotus). Satu kolam dengan bunga teratai yang berwarna biru (Upala), satu kolam dengan bunga yang berwarna merah (Paduma), dan satu kolam lagi dengan bunga yang berwarna putih (Pundarika). Selain tiga kolam tersebut, Raja juga memesan wangi-wangian, pakaian dan tutup kepala dari negara Kasi, yang waktu itu terkenal karena menghasilkan barang-barang tersebut dengan mutu yang terbaik.
Pelayan-pelayan diperintahkan untuk melindungi Pangeran pergi, baik siang maupun malam hari sebagai lambang dari keagungannya.
Setelah tiba waktunya untuk bersekolah, Raja memerintahkan seorang guru bernama Visvamitta untuk memberikan pelajaran kepada Pangeran dalam berbagai ilmu pengetahuan. Ternyata Pangeran cerdas sekali. Semua pelajaran yang diberikan, dengan cepat dapat dipahami sehingga dalam waktu singkat tidak ada lagi hal-hal yang dapat diajarkan kepada Pangeran kecil.
Sejak kanak-kanak, Pangeran terkenal sebagai anak yang penuh kasih sayang terhadap sesama mahluk hidup seperti terlihat dari kisah di bawah ini.
Pada suatu hari Pangeran sedang berjalan-jalan di taman dengan saudara sepupunya, Devadatta, yang pada waktu itu membawa busur dan panah. Devadatta melihat serombongan belibis hutan terbang di atas mereka. Dengan cekatan Devadatta membidikkan panahnya dan berhasil menembak jatuh seekor belibis. Pangeran dan Devadatta berlari-lari ke tempat belibis itu jatuh. Pangeran tiba terlebih dahulu dan memeluk belibis itu yang ternyata masih hidup. Pangeran dengan hati-hati dan penuh kasih sayang mencabut panah dari sayap belibis tersebut, kemudian meremas-remas beberapa lembar daun hutan dan dipakaikan sebagai obat untuk menutupi luka bekas kena anak panah. Devadatta minta agar belibis tersebut diserahkan kepadanya karena ia yang menembaknya jatuh. Namun Pangeran tidak memberinya dan mengatakan, “Tidak, belibis ini tidak akan aku serahkan kepadamu. Kalau ia mati, maka ia benar adalah milikmu. Tetapi sekarang ia tidak mati dan ternyata masih hidup. Karena aku yang menolongnya, maka ia adalah milikku.” Devadatta tetap menuntutnya dan Pangeran tetap pada pendiriannya dan tidak mau menyerahkannya. Akhirnya atas usul Pangeran, mereka berdua pergi ke Dewan Para Bijaksana dan mohon agar Dewan memberikan keputusan yang adil dalam persoalan tersebut. Setelah mendengarkan keterangan-keterangan dan penjelasan-penjelasan dari kedua belah pihak, Dewan lalu memberikan keputusan sebagai berikut :
” Hidup itu adalah milik dari orang yang mencoba menyelamatkannya. Hidup tidak mungkin menjadi milik dari orang yang mencoba menghancurkannya. Karena itu menurut norma-norma keadilan yang berlaku, maka secara sah, belibis harus menjadi milik dari orang yang ingin menyelamatkan jiwanya yaitu Pangeran Siddhatta.”

Riwayat Hidup Siddharta Gautama Bagian 2 Berlanjut Ke Bagian 3

Masa Kanak-kanak Pangeran Siddharta

Setelah Pangeran berusia tujuh tahun, Raja memerintahkan untuk menggali tiga kolam di halaman istana. Riwayat hidup Siddharta gautama bagian 3