Lanjutan Buku dimanakah Sang Buddha Part 2 diberikan secara gratis dan dilarang keras untuk di jual atau dikomersilkan. Buku ini diberikan untuk Anda yang ingin memahami tentang ajaran Sang Buddha.
Lanjutan Buku dimanakah Sang Buddha Part 2 Tentang Menasehati
Lanjutan Buku dimanakah Sang Buddha Part 2 – Sang Buddha menasihati kita untuk berpikir dan memahami. Kita memiliki pikiran yang beralasan.
Kita memiliki akal sehat tidak seperti makhluk hidup lainnya yang juga memiliki pikiran tetapi tidak dapat berpikir secara rasional. Pikiran mereka terbatas untuk mencari makanan, tempat bernaung, perlindungan dan kenikmatan sensual. Mereka tidak meningkatkan pikiran mereka lebih luas. Tetapi manusia memiliki pikiran untuk berpikir dan memahami sampai tahap maksimal.
Inilah kenapa para ilmuwan telah menyelidiki dan menemukan berbagai hal yang belum pernah kita dengar sebelumnya. Tidak ada makhluk hidup lain di dunia ini yang dapat mengembangkan pikirannya sampai seluas itu.
Karena itulah hanya manusia saja yang dapat menjadi Buddha. Hanya dengan mengembangkan pikiran mereka, manusia dapat mencapai pencerahan.
Sang Buddha mengatakan kepada kita, untuk bertindak sesuai dengan pengalaman kita. Kemudian kita dapat mengalami hasilnya. Pengikut dari semua agama lain, memberi salam kepada yang lain, dengan mengucapkan, “Tuhan memberkatimu”, tetapi umat Buddha sangat jarang memberi salam kepada yang lain dengan mengucapkan Buddha memberkatimu. Tetapi mereka membaca berulang “buddham saranam gacchami” (Saya berlindung kepada Buddha).
Jika mereka percaya bahwa mereka mendapatkan perlindungan dari Buddha mengapa mereka tidak memberi salam kepada yang lain dengan mengatakan, “Sang Buddha memberkatimu”. Sang Buddha juga menasihati orang-orang untuk mengingat Sang Buddha ketika mereka merasa takut.
Jadi, “Di Manakah Sang Buddha?” adalah topik kita. Dapatkah kita katakan bahwa Ia berada di surga atau Ia tinggal di dalam Nibbana atau Ia tinggal di suatu tempat lainnya? Ke manakah beliau pergi? Kita harus mengingat bahwa apapun yang kita tanyakan adalah bentuk dari sudut pandang keduniawian.
Setelah mencapai pencerahan Sang Buddha berkata, “ayam antimà jàti, natthi dàni punabbavo”, inilah kelahiranku yang terakhir, tidak ada lagi tumimbal lahir.
Aku telah menghentikan tumimbal lahir yang tidak ada habisnya di dunia ini, kehidupan ke kehidupan, dan mengalami penderitaan yang tidak ada akhirnya. Kenikmatan atau hiburan yang orang orang alami merupakan kepuasan emosi sementara yang akan menghilang dalam waktu yang singkat.
Hal ini menciptakan ketidakpuasan. Dalam sepanjang hidup, secara batin dan fisik kita mengalami penderitaan, kekhawatiran, permasalahan, kesakitan, kesukaran, bencana, dan ketidakpuasan yang sangat besar. Tak seorang pun di dunia ini yang mengatakan bahwa ia puas dengan kehidupan ini. Semua orang mengeluh dan menggerutu tentang masalah fisik ataupun batin.
Dengan memahami situasi ini Sang Buddha telah menghentikan tumimbal lahir (rebirth). Hal tersebut disebut sebagai keselamatan. Keselamatan berarti bebas dari penderitaan fisik maupun batin. Dengan berada dalam wujud fisik maupun wujud apapun kita tidak dapat mengatasi penderitaan fisik dan batin kita.
Oleh karena itu jika kita tidak menyukai penderitaan, hal yang terbaik adalah menghentikan kelahiran. Kita haus akan perwujudan/keberadaan. Kehausan dan kemelekatan ini sangat kuat dalam pikiran kita.
Tetapi kita ingin berada dalam semua kejengkelan atas penderitaan dan masalah, kesedihan, kesakitan dan bermacam masalah lainnya karena kehausan dan kebodohan kita. Sekarang lihatlah apa yang terjadi di dunia ini. Seluruh dunia adalah medan pertempuran, orang-orang di seluruh dunia menciptakan kekerasan dan pertumpahan darah dan perang dan kehancuran.
Hewan-hewan tidak hidup dengan menciptakan banyak masalah yang tidak perlu untuk menderita. Ketika mereka lapar mereka pergi keluar dan menangkap makhluk hidup lain, menghilangkan rasa lapar mereka dan pergi tidur.
Tetapi manusia tidak dapat merasa puas tanpa haus terhadap begitu banyak hal lainnya. Kehausan, kemelekatan sangat kuat dalam pikiran manusia kita. Oleh karena kecemburuan, permusuhan, kemarahan, kehendak buruk itu, kekejaman dan kejahatan muncul.
Makhluk hidup lain tidak mengembangkan kekejaman mereka sampai sedemikian besar. Manusia memiliki agama. Agama bukan sekedar menyembah dan berdoa tetapi melakukan suatu pelayanan kepada makhluk hidup lain dengan menjauhkan diri dari pikiran buruk sehingga kita dapat melayani makhluk lain. Aspek pemujaan dalam agama adalah penting tetapi dengan hal itu saja tidak akan bisa mengembangkan pikiran untuk mencapai pemahaman yang semestinya atau kebijaksanaan.
Sebelum kemangkatan Sang Buddha banyak orang menyerahkan bunga- bunga dan menghormati beliau. Sang Buddha meminta mereka untuk pulang ke rumah. Beliau mengatakan bahwa jika mereka benar-benar ingin menghormatinya, selain dengan bunga-bunga dan penyembahan, mereka harus melatih setidaknya satu dari nasihat-nasihat yang pernah beliau berikan. Dengan demikian mereka benar-benar menghormati Sang Buddha.
Sekarang anda dapat memahami apa yang Sang Buddha inginkan. Jalan hidup keagamaan bukan hanya untuk berdoa tetapi meneladani beberapa nasihat yang diberikan olehNya.
Suatu ketika seorang bhikkhu bernama Bakkula datang dan duduk di hadapan Sang Buddha dan memandanginya setiap hari. Suatu hari Sang Buddha bertanya kepadanya, “Apa yang engkau lakukan di sini?” ia menjawab, ” Ketika saya melihat tubuh fisik Sang Bhagava, hal itu memberikanku banyak kebahagiaan.”
Kemudian Sang Buddha berkata, “Bakkula, dengan memandangi tubuh fisik yang kotor, menjijikkan, tidak kekal ini, apa yang kau dapatkan? Engkau hanya menyenangkan perasaanmu saja, engkau tidak akan pernah mencapai pengetahuan atau pemahaman tetapi menyenangkan perasaanmu. Engkau tidak dapat melihat Buddha yang sesungguhnya melalui tubuh fisik.
Buddha bukanlah tubuh fisik.” Kemudian Sang Buddha berkata, “Hanya ia yang memahami Dhamma yang diajarkan oleh Sang Buddha melihat Buddha yang sebenarnya.” Buddha yang sesungguhnya muncul di dalam pikiran ketika kita memahami apa yang Sang Buddha ajarkan.
Di sini anda dapat memahami bahwa Sang Buddha bukanlah seputar masalah tubuh fisik. Ketika anda belajar sejarah India, dalam hampir 500 tahun (setelah Sang Buddha parinibbana) tidak ada satu pun rupang (patung, gambar) Sang Buddha karena Sang Buddha tidak menganjurkan setiap orang untuk mendirikan rupang dirinya.
Bangsa Yunan yang menciptakan rupang Sang Buddha dan bentuk-bentuk simbol keagamaan lainnya. Sekarang tentu saja bentuk rupang Sang Buddha yang berbeda-beda telah menyebar ke seluruh dunia. Penganut beberapa agama lain mengutuk kita sebagai pemuja berhala. Padahal mereka tidak mengetahui apa yang umat Buddha lakukan.
Beberapa ratus tahun setelah kehidupan Sang Buddha, ada seorang bhikkhu terkenal yang dipanggil Upagutha. Ia adalah seorang penceramah yang sangat terkenal. Ketika ia memberikan ceramah, ribuan orang berkumpul. Mara si jahat sangat tidak senang karena lebih banyak lagi orang yang menjadi religius.
Mara bukanlah makhluk hidup tetapi gangguan dan rintangan batin yang kuat yang menghalangi seseorang menuju ke jalan kehidupan spiritual. Kemudian Mara dipersonifikasikan sebagai Yang Jahat.
Mara ini mulai menampilkan pertunjukkan, tarian, nyanyian, kesukariaan yang menarik di depan Vihara. Kemudian para umat perlahan-lahan mulai beralih untuk melihat Mara. Tak seorang pun yang mendengarkan ceramah Upagutha.
Upagutha memutuskan untuk memberikan pelajaran yang baik kepada Mara dan ia juga pergi melihat pertunjukkan itu. Ketika pertunjukkan itu berakhir, Upagutha mengatakan bahwa ia sangat menghargainya. “Untuk menghargai pertunjukkanmu saya ingin menaruh rangkaian kalung bunga ini ke lehermu.” Mara sangat bangga.
Ketika Upagutha menaruh rangkaian kalung bunga, Mara merasa kalung bunga itu membelit di sekitar lehernya seperti seekor ular python. Ia berusaha melepaskannya tetapi tidak bisa. Kemudian ia pergi menemui Sakka, raja para dewa dan meminta kepadanya untuk melepaskan kalung tersebut.
Sakka juga berusaha sekuat tenaga tetapi ia juga tidak bisa melepaskannya. Kemudian Mara pergi menemui Brahma yang pada masa itu dipandang sebagai tuhan pencipta dan meminta kepadanya untuk melepaskan kalung itu.
Brahma juga mencoba melepaskannya tetapi tidak berhasil melepaskannya. Kemudian Brahma mengatakan kepada Mara bahwa hanya orang yang meletakkannya yang bisa melepaskannya. Lalu Mara harus kembali ke Yang Mulia Upagutha dan memohon kepadanya untuk melepaskannya kalau tidak Mara akan mati.
Kemudian Upagutha berkata, “Tidaklah sukar tetapi saya hanya dapat melakukannya dengan 2 kondisi. Pertama, engkau harus berjanji di masa yang akan datang engkau tidak akan mengganggu apapun terhadap kegiatan keagamaan kami.” Mara setuju.
“Hal kedua yaitu engkau telah melihat Sang Buddha karena dalam beberapa kesempatan kau berusaha mengganggu Sang Buddha. Kau hidup beberapa ratus tahun setelah Sang Buddha. Kau memiliki kekuatan batin untuk menampilkan tubuh fisik Sang Buddha.”
Mara berkata, “Ya, saya akan melakukannya jika anda berjanji untuk tidak menyembahku ketika aku muncul sebagai Sang Buddha karena aku bukanlah orang yang suci.” Kemudian Y.M. Upagutha berkata, “Saya tidak akan menyembahmu.” Namun ketika Mara muncul sebagai wujud Sang Buddha, Y.M. Upagutha segera menghormatinya.
Kemudian Mara berteriak, “Engkau berjanji untuk tidak menyembah.” Kemudian Upagutha berkata, ”Saya tidak menyembah Mara tetapi menghormati Sang Buddha.” Ini adalah contoh yang baik bagi orang-orang untuk menjelaskan kepada yang lain arti dari menghormati rupang (patung/gambar) Sang Buddha.
Ketika anda menyimpan rupang Sang Buddha dan menghormatinya, anda juga dapat menggunakannya sebagai objek untuk meditasi. Hal ini bukanlah bentuk penyembahan berhala.
Anda mengundang Sang Buddha ke dalam pikiran anda melalui simbol ini. Ini adalah simbol keagamaan. Bagaimana rupang Sang Buddha berdaya tarik bagi pikiran manusia dapat dipahami melalui peristiwa berikut.